Kamis, 31 Juli 2025

MATERI AQIDAH 01 - 10


MATERI 01 - PENTINGNYA MEMPELAJARI TAUHID

📆 Senin, 19 Jumadil Akhir 1445 H/01 Januari, 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📝 Aqidah : Modul 01

🌐 https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Dalam pertemuan perdana ini, kita akan membahas tentang pentingnya mempelajari dan memahami tentang al-iman atau tentang keimanan. Hal ini sangat penting bagi seorang muslim agar ia mendapatkan kehidupan yang selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.

Karena pembahasan tentang iman merupakan pembahasan paling utama, paling agung, dan paling mendesak di dalam diinul Islam. Orang yang beriman akan mendapatkan keselamatan dan kebaikan di dunia dan akhirat apabila ia mewujudkan keimanan yang benar. 

Maksudnya keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat tidak mungkin dicapai oleh siapapun tanpa mewujudkan al-iman as-shahih (keimanan yang benar). 

Oleh karenanya, siapapun dari hamba-hamba Allah yang hidup di dunia ini dan dia beriman kepada Allāh dengan iman yang benar, iman sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih, maka dijamin dia akan mendapatkan banyak manfaat dan kebaikan di dunia dan akhirat.

Di antara manfaat-manfaat yang akan didapatkan oleh seorang hamba yang beriman dengan iman yang benar, iman yang lurus, iman yang murni dari segala penyimpangan dari noda-noda kesyirikan dan kekafiran, maka ia akan mendapatkan banyak hal. 

Di antaranya;

⑴ Dia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. 

⑵ Dia akan selamat dari segala keburukan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.

⑶ Dia akan mendapatkan pahala dan kenikmatan yang kekal abadi yang tidak akan hilang dan lenyap.

Inilah beberapa manfaat dan keutamaan yang akan didapatkan oleh seorang hamba yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar, iman yang lurus, iman yang bersih, dan murni dari noda-noda kesyirikan maupun kekafiran.

Di antara dalil yang menunjukkan tentang beberapa manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh seorang hamba yang beriman dengan iman yang benar yang sebagaimana yang telah kita sebutkan tadi. 

Di antaranya adalah:

⑴ Firman Allah di dalam surat An-Nahl ayat 97:

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ 

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih (amal kebaikan) dari laki-laki maupun perempuan dan dia dalam keadaan beriman (beriman kepada Allah dengan iman yang benar), maka Kami (kata Allah) akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik (bahagia) dan sungguh Kami akan memberikan kepada mereka balasan dengan pahala yang lebih baik atas apa yang telah mereka kerjakan."

Ayat ini menunjukkan bahwa balasan dari Allāh bagi orang-orang yang beriman dengan iman yang benar yaitu Allāh akan menganugerahkan kepadanya kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.

⑵ Firman Allah subhānahu wa ta'ala di dalam surat Al-Isra ayat 19:

 وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا 

"Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berupaya menuju ke arah tersebut (berupaya untuk beramal menuju ke akhirat) dan ia dalam keadaan beriman, maka jerih payah (amal usaha) mereka akan diberi balasan yang lebih baik oleh Allah subhānahu wa ta'ala."

⑶ Firman Allah subhānahu wa ta'ala di dalam surat Thaha ayat 75:

وَمَن يَأۡتِهِۦ مُؤۡمِنٗا قَدۡ عَمِلَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلدَّرَجَٰتُ ٱلۡعُلَىٰ 

"Barangsiapa datang kepada Allah (menghadap Allah) dalam keadaan beriman dan ia telah mengerjakan amalan-amalan shalih, maka mereka akan mendapatkan kedudukan atau tempat yang sangat tinggi di dalam Surga."

فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلدَّرَجَٰتُ ٱلۡعُلَىٰ

"Mereka akan mendapatkan derajat atau kedudukan yang tinggi di dalam Surga."

BiAS Center 3, [5/8/2023 2:04 PM]

⑷ Firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam surat Al-Kahfi ayat 107 dan 108:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَانَتۡ لَهُمۡ جَنَّٰتُ ٱلۡفِرۡدَوۡسِ نُزُلًا ۞ خَٰلِدِينَ فِيهَا لَا يَبۡغُونَ عَنۡهَا حِوَلٗا

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih, maka mereka akan mendapatkan surga Firdaus sebagai tempat tinggalnya. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin keluar atau berpindah dari Surga tersebut."

Ini beberapa dalil dari ayat Al-Qur'an yang menunjukkan bahwa orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar, iman yang lurus, iman yang murni, dari noda kekafiran dan kesyirikan, mereka akan mendapatkan banyak keutamaan dan manfaat. Di antaranya adalah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat dan mendapatkan kenikmatan yang kekal abadi.

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini.

و سبحانك اللهم و بحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك 

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

       ==============================================================


MATERI 02 : KONSEKUENSI SYAHADAT

📆 Selasa, 20 Jumadil Akhir 1445 H/02 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📝 Aqidah : Modul 01

🌐 https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Ma'asyiral ikhawati wal-akhwat, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allāh subhānahu wa ta'ala. 

Kalau kita melihat kepada sejarah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajarkan dan mendakwahkan Islam di tengah keluarga dan kerabatnya. 

Bagaimana Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam bersemangat mengajak kaumnya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, mengucapkan kalimat tauhid, kalimat tahlil. Agar mereka menjadi muslim kemudian mukmin, agar mereka keluar dari kekafiran. 

Sebagai contoh ketika paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang bernama Abu Thalib, Abu Thalib sangat besar perhatian dan kasih sayangnya kepada Nabi, beliau yang mengasuh Nabi, mendidik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sepeninggal orang tua dan kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. 

Abu Thalib betul-betul memelihara dan menyayangi keponakannya melebihi anak-anak kandungnya sendiri. Abu Thalib membela dan melindungi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dari gangguan orang-orang musyrikin Quraisy, bahkan Abu Thalib hati kecilnya meyakini (percaya) kebenaran agama Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun sayang, beliau sakit kritis yang mengantarkan beliau kepada kematian, Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam menjenguk beliau (Abu Thalib) dan mengajari atau mengajak beliau (pamannya) agar mengucapkan syahadat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).

 يا عَمِّ قل لا إله إلا الله، كلمة  وأُحَاجُّ لك بها عند الله

"Wahai paman, ucapkan olehmu kalimat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) yaitu sebagai satu kalimat yang akan aku jadikan sebagai argumen (hujjah) di hadapan Allāh. (Engkau orang muslim, engkau orang mukmin berhak masuk Surga dan berhak selamat dari siksa Neraka.)"

Tetapi pada saat itu, Abu Thalib dijenguk oleh teman-teman dekatnya seperti Abu Jahal dan kawan-kawannya, maka Abu Jahal ketika melihat Abu Thalib diseru dan diajak oleh Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk masuk Islam, mengucapkan kalimat tauhid Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ), Abu Jahal pun berusaha untuk menghalang-halangi Abu Thalib dari ucapan tersebut.

Maka Abu Jahal berkata kepada Abu Thalib, 

يا أبا طالب أَتَرغَبُ عن ملة عبد المطلب

"Wahai Abu Thalib, apakah sekarang engkau tidak suka (engkau benci) terhadap agama Abdul Muthalib (bapakmu sendiri)? (Keyakinan dan tradisi ayahmu Abdul Muthalib dan nenek moyangmu (menyembah berhala, mengagungkan jin, dan lain sebagainya))."

Maka Nabi Muhammad mengulang kembali dakwah Tauhidnya.

يا عَمِّ قل لا إله إلا الله، كلمة  وأُحَاجُّ لك بها عند الله

Kemudian Abu Jahal pun tidak mau diam (tidak mau kalah) diulangnya kembali ucapan,

يا أبا طالب أَتَرغَبُ عن ملة عبد المطلب

Maka terjadi tarik ulur antara dakwah tauhid dengan dakwah syirik, dakwah iman dengan dakwah kekafiran.

Lalu bagaimana sikap Abu Thalib? 

Abu Thalib sangking bingungnya untuk menyambut dua seruan (dua ajakan) ajakan ponakan yang dia cintai dan ajakan teman lamanya yang sangat akrab (Abu Jahal). 

Dakwah Islam dengan dakwah kekafiran, dakwah kauhid dengan dakwah syirik, maka Abu Thalib mengungkapkan apa yang diyakini oleh hati beliau. 

Apa kata Abu Thalib, dalam sebuah bait syair? 

 وَلَقَـد عَلِمْتُ أَنَّ دِيـنَ مُحَمَّـدٍ مِنْ خَيْرِ أَدْيَـانِ البَرِيَّةِ لَوْلا مَسَبَّـةٍ أوْ الْمَلامَـةُ لَوَجَدتَني سَمحاً بِذاكَ مُبينا

"Sungguh aku telah mengetahui dan meyakini..."

Lihat! عَلِمْتُ (ilmu), jadi mengetahui dan meyakini.

"Sungguh aku telah mengetahui dan meyakini bahwasanya agama yang dibawa oleh Muhammad merupakan sebaik-baik agama bagi manusia..."

Lihat! Pernyataan yang jujur yang keluar dari hati Abu Thalib yang sangat tulus.

"Sungguh aku telah mengetahui dan meyakini bahwasa agama yang dibawa Muhammad (Islam) adalah sebaik-baik agama bagi manusia, kalau bukan karena takut dicaci maki, dikucilkan dan dicemoohkan oleh masyarakat (kaumnya), niscaya kalian mendapatkan diriku memeluk agama Islam."

Menerima dakwah tauhid, dakwah iman, masyaaAllāh! 

Sampai akhirnya, ketika malaikat maut mencabut nyawa Abu Thalib, beliau dalam keadaan tidak sempat atau tidak bisa mengucapkan syahadat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ). Ia mati di atas kesyirikan dan kekafiran.

Maka keyakinan dengan hatinya tentang kebenaran agama Islam , bahwa Allāh adalah satu-satunya sesembahan yang hak. Tidak bermanfaat!  Kenapa? Karena, lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat.

Tadi dalam unsur yang pertama daripada unsur-unsur iman, iman itu adalah mengucapkan dengan lisan. Maka harus diucapkan dengan lisan tidak cukup dengan hati.

Sebaliknya orang munafik, lisannya rajin mengucapkan syahadat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) Muhammad Rasulullāh (مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ), tapi hatinya tidak percaya, hatinya tidak yakin dengan kebenaran makna dan tuntutan syahadat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ), maka mereka pun diadzab oleh Allāh di dalam api neraka Jahannam secara kekal abadi.

Kemudian unsur iman yang ketiga وعمل بالأركان iman itu adalah pengamalan dengan anggota badan. Jadi ketika lisan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian hati telah meyakini, membenarkan makna dan konsekuensi dua kalimat syahadat. Anggota badan dari ujung rambut sampai ujung kaki harus siap melaksanakan apa yang menjadi tuntutan dan konsekuensi dua kalimat syahadat.

Tidak boleh berdiam diri atau cuek (lalai) terhadap konsekuensi dan tuntutan dua kalimat syahadat, karena ucapan syahadat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) yang telah diikrarkan dengan lisannya memiliki konsekuensi dan tuntutan, demikian pula dengan syahadat yang kedua 

Muhammad Rasulullāh (مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ).

Apa konsekuensinya? Syahadat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) "Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allāh". Di sini ada dua konsekuensi, ada dua tuntutan.

⑴ Tuntutan yang pertama, yang wajib ditunaikan oleh seorang hamba yaitu عبادة الله وحده - Dia wajib beribadah kepada Allāh saja , dia wajib menghambakan diri hanya kepada Allāh, dia wajib memberikan segala ketaatan hanya untuk Allāh bukan kepada selainnya.

⑵ Konsekuensi yang kedua daripada syahadat lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) adalah  الكَفَرَ بما يُعْبَدُ من دون الله - Wajib mengingkari segala sesembahan selain Allāh. Apa saja yang disembah selain Allāh, apakah berupa tuhan matahari, tuhan patung dan berhala, tuhan api, tuhan dewa, tuhan kuburan maupun yang lainnya yang diagungkan dan dikeramatkan. Maka wajib dijauhi dan ditinggalkan serta diingkari. 

Dan wajib diyakini, bahwa itu semua adalah tuhan yang bathil, sesembahan yang tidak berhak untuk dijadikan tuhan. Itu semua tuhan yang lemah, itu semua adalah makhluk ciptaan Allāh. 

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين 

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

      =============================================================


MATERI 03 : DEFINISI TAUHID RUBUBIYYAH

📆 Rabu, 21 Jumadil Akhir 1445 H/03 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah : Modul 01

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH..

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Ikhwan wal Akhawatiy fīllāh, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allāh subhānahu wa ta'āla.

Berbicara dan membahas tentang beriman kepada Allāh merupakan pembahasan yang sangat penting. Karena beriman kepada Allāh merupakan akarnya akar-akar keimanan, pondasi utama, prinsip-prinsip keimanan. Bahkan beriman kepada Allāh merupakan perkara keimanan yang paling agung dan paling tinggi dan ia merupakan pondasi utama dan landasan dasar bagi bangunan keimanan.

Semua prinsip-prinsip keimanan atau pokok-pokok keimanan bercabang dari الإيمان بالله (Beriman kepada Allāh), semuanya kembali kepada الإيمان بالله (Beriman kepada Allāh).

Beriman kepada Allāh azza wa jalla maknanya adalah:

الإيمان بوحدانية الله تعالى للربوبيّة والألوهية و الأسماء والصفات

Makna atau definisi dari beriman kepada Allāh adalah beriman kepada ke-Maha Esaan Allāh, ke-Maha Tunggalan Allāh dalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya dan asma wa sifat-Nya.

Kita ulang sekali lagi!

Apa makna beriman kepada Allāh?

Apa pengertian الإيمان بالله?

Maknanya adalah beriman terhadap ke-Maha Esaan Allāh subhānahu wa ta'āla di dalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma wa sifat-Nya. Inilah tiga prinsip utama yang berdiri tegak di atasnya الإيمان بالله.

Tiga pokok utama, dimana beriman kepada Allāh berdiri tegak di atasnya. Berdasarkan definisi ini para ulama ahlus sunnah wal jamā'ah telah membagi tauhid di dalam Islam menjadi tiga macam.

Para ulama bahkan para nabi, para rasul yang Allāh utus kepada manusia, mereka telah mengetahui dan membagi tauhid dalam Islam menjadi tiga macam.

⑴ Tauhid Ar-Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ),

⑵ Tauhid Al-Uluhiyyah (توحيدُ الأُلوهيَّةِ),

⑶ Tauhid Al-Asma wa As-Sifat (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ).

Apa yang dimaksud dengan 'tauhid rububiyyah' (توحيد الربوبية)? Tauhid rububiyyah (توحيد الربوبية) adalah:

الإقرار بأنَّ الله تعالى رب كـلّ شيء ومليكُه وخالقُه ورازقُه، وأَنه المحيي المميتُ النـافعُ الضـار، المتفـرِّدُ بالإجابة عند الاضطرار، الذي له الأمر كله، وبيده الخير كله، وإليه يُرجـع الأمرُ كله، لا شريك له في ذلك.

Pengertian atau definisi 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah pernyataan atau ikrar dan keyakinan bahwa Allāh subhānahu wa ta'āla adalah Rabb (Tuhannya) segala sesuatu. Tuhannya segala makhluk serta pemilik dan pencipta dan yang memberikannya rezeki.

Meyakini bahwa Allāh adalah dzat yang Maha Menghidupkan dan Mematikan serta Dzat yang Maha Memberikan Manfaat dan Mudharat, dan juga meyakini bahwa Allāh dzat yang Maha Tunggal (Maha Esa) untuk mengabulkan permohonan orang-orang yang dalam keadaan kesempitan atau dalam keadaan darurat.

Segala urusan dan perintah hanya milik Allāh, dan di tangan Allāh segala kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Semua kebaikan hanya ada di tangan Allāh, segala urusan akan kembali kepada Allāh. Tidak ada Tuhan (sekutu) bagi-Nya dalam segala hal tersebut.

Maksudnya (Allāh) kita yakini bahwa Dia Maha Esa, Dia Maha Tunggal dalam menciptakan segala makhluk. Dia Maha Tunggal dan Maha Esa dalam memberikan rezeki kepada semua makhluk, Dia Maha Esa, Maha Tunggal dalam menghidupkan maupun mematikan makhluk.

Tidak ada tuhan atau siapa pun dari makhluk yang membantu Allāh. Tidak ada tuhan tandingan bagi Allāh, tidak ada tuhan sekutu bagi Allāh dalam menjalankan perbuatan-perbuatannya tersebut.

Makanya sebagian ulama menjelaskan makna Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) secara singkat adalah إفراد الله بأفعال (Mengesakan Allāh di dalam perbuatan-perbuatannya).

Apa saja perbuatan Allāh?

Tadi sebagian sudah kita sebutkan, di antara perbuatan Allāh adalah menciptakan, membagikan rezeki, mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan makhluk, memberikan manfaat dan mudharat atau mencegah mudharat, mengabulkan segala permohonan hamba. Ini adalah perbuatan-perbuatan Allāh.

Maka kita meyakini bahwasanya Allāh di dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan tersebut Maha Esa, tidak ada yang membantu-Nya, tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya, atau tidak yang menjadi tandingan bagi Allāh subhānahu wa ta'āla.

Inilah Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ).

Demikian yang dapat kami sampaikan pada pertemuan kali ini.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

      ==================================================================


🔊 MATERI 04 : DEFINISI TAUHID ULUHIYYAH

📆 Kamis, 22 Jumadil Akhir 1445 H/04 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah : Modul 01

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH..

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Adapun macam tauhid yang kedua, yaitu 'tauhid al-uluhiyyah' (توحيدُ الأُلوهيَّةِ). Apa yang dimaksud dengan 'tauhid al-uluhiyyah' ( توحيدُ الأُلوهيَّةِ)? Kata penulis kitab Ushul al-Iman fi Dhaouil Kitabi was Sunnah, 'tauhid al-uluhiyyah' (توحيدُ الأُلوهيَّةِ) artinya adalah,

إفراد الله تعالى وحده بالذلِّ والخضـوع والمحبَّة والخشوع والركوع والسجود والذبح والنذر، وسائر أنواع العبـادة لا شريك له.

'Tauhid al-uluhiyyah' (توحيدُ الأُلوهيَّةِ) adalah mengesakan Allāh, Tuhan satu-satunya. Dengan apa? Dengan merendahkan diri (dengan kerendahan diri), dengan ketundukan, kecintaan, kekhusyu'an, dengan rukuk, sujud, menyembelih hewan, nadzar dan segala macam bentuk ibadah. Tidak ada tuhan sekutu bagi Allāh.

Maksudnya apa? Secara singkat, definisi tauhid al-uluhiyyah (توحيدُ الأُلوهيَّةِ) adalah  إفراد الله تعالى بالعبادة (Mengesakan Allāh dalam beribadah kepada-Nya).

Kita lanjutkan lagi, apa itu 'tauhid al-uluhiyyah' (توحيدُ الأُلوهيَّةِ), 'tauhid al-uluhiyyah' adalah mengesakan Allāh dalam beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah perbuatan-perbuatan hamba, oleh karenanya nama lain dari 'tauhid al-uluhiyyah' ( توحيدُ الأُلوهيَّةِ) adalah tauhid ibadah .

Ketika kita beribadah dengan ibadah apapun, kita wajib memberikannya hanya kepada Allāh,  kita niatkan hanya untuk Allāh, kita tujukan hanya untuk Allāh, tidak boleh diberikan kepada siapa pun selain Allāh. Apakah kepada malaikat, apakah kepada Nabi dan Rasul, pada wali, kepada orang shalih, pada jin atau yang lain? Tidak boleh! Kita melakukan rukuk dan sujud hanya kepada Allāh.

Kita taat dan tunduk, merendahkan diri hanya kepada Allāh, kita berdoa, bertawakal, isti'anah (memohon pertolongan), isti'adzah (memohon perlindungan) hanya kepada Allāh, menyembelih hewan hanya ditujukan untuk Allāh, tidak boleh kepada selainnya.

Makanya ibadah itu maknanya luas, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullāh.

Apa itu ibadah? Ibadah adalah:

اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه، من الأقوال والأفعال الظاهرة و الباطنة

"Ibadah adalah suatu nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allāh, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun tidak tampak."

Kita ulang lagi definisi ibadah yang komprehensif (lengkap) yang sempurna sebagaimana penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullāh, yaitu suatu nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridhai Allāh, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang tampak maupun yang tidak tampak, yang lahir maupun yang batin.

Oleh karenanya, dengan definisi ini kita bisa mengetahui bahwa ibadah itu bentuknya macam-macam, ada ibadah dengan lisan, ada ibadah dengan hati, ada ibadah dengan anggota badan, ada ibadah dengan harta.

Ibadah dengan lisan contohnya membaca al-Qur'an, berdzikir, bertasbih, beristighfar, mengumandangkan adzan, berdakwah, menyampaikan atau mengajarkan ilmu, ini adalah contoh ibadah dengan lisan.

Contoh ibadah dengan anggota badan seperti shalat, menunaikan haji dan umrah, puasa, berjihad, termasuk menimba ilmu agama. Menimba ilmu agama termasuk ibadah dengan anggota badan, tangan kita mencatat, kaki kita melangkah menuju tempat-tempat kajian, kemudian mata kita melihat apa yang kita baca, apa yang ditulis oleh guru, telinga kita mendengar apa yang disampaikan oleh seorang guru agama.

Contoh ibadah dengan hati, seperti ikhlas, khusyu', sabar, ridha, tawakal, ini adalah contoh ibadah-ibadah dengan hati. Rasa takut, rasa cinta pada Allāh.

Adapun  contoh ibadah dengan harta seperti, zakat, sedekah, berinfak di jalan Allāh dengan harta yang kita miliki, bernadzar dengan harta, ini contoh-contoh, ibadah dengan harta. Termasuk juga wakaf dengan harta.

Maka, ketika seorang hamba memahami tauhid al-uluhiyyah, maka maksudnya adalah ia mengesakan Allāh dalam beribadah kepada-Nya إفراد الله تعالى بالعبادة  atau dengan kata lain إفراد الله بأفعال العبادة (Mengesakan Allāh dengan perbuatan-perbuatan hamba, yaitu ibadah).

Allāh tidak memiliki tuhan sekutu dalam beribadah. Ibadah apapun tidak boleh kita tujukan kepada selain Allāh. Tidak boleh! Semua harus ditujukan untuk Allāh, karena Dia yang Maha Esa, Maha Tunggal dalam menciptakan, dalam mengatur alam semesta, dalam membagikan rezeki, dalam menurunkan hujan, menghidupkan dan mematikan makhluk.

Maka Dia-lah yang berhak untuk disembah, sedangkan makhluk tidak ada yang mampu menciptakan mengatur alam semesta, membagi rezeki, menghidupkan. Tidak ada yang mampu, mendatangkan manfaat, mencegah mudharat atau bencana. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu menjalankan itu semua. Maka hanya Allāh yang berhak untuk diibadahi dan dijadikan sesembahan yang hak.

Adapun pembahasan kita pada pertemuan kali ini yaitu tentang macam tauhid yang ketiga yaitu 'tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ).

Apa yang dimaksud dengan 'tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ)?

Tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) kata para ulama penulis kitab Ushulul Iman fi Dhouil Kitabi was Sunnah yaitu:

إفراد الله تعالى بما سمـى ووصف به نفسه في كتابه وعلى لسان نبيه صلى الله عليه وسلم وتنـزيهه عـن النواقص والعيوب ومماثلة الخلق فيما هو من خصائصه والإقرار بأنَّ الله بكلِّ شـيء عليم، وعلى كلِّ شيء قدير، وأنَّه الحـيُّ القيُّوم الذي لا تأخذه سِنة  ولا نوم، له املشـيئة النافذة واحلكمة البالغة، وأنه سـميع بصري, رؤوف رحيم، على العرش اسـتوى، وعلى الملك احتوى,أنه اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ,  إلى غري ذلك من األسماء الحسنى، والصفات العلى.

Pengertian atau definisi 'tauhid asma' wa sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) yaitu kita meyakini, mengesakan Allāh dengan nama-nama dan sifat-sifat yang telah Dia tetapkan untuk dirinya di dalam kitab-Nya (Al-Qur'an).

Kita ulang sekali lagi!

'Tauhid asma' wa sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) adalah mengesakan Allāh Ta'āla dengan nama-nama dan sifat-sifat  yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya di dalam kitab-Nya (al-Qur'anul Karim) atau yang telah ditetapkan oleh Nabi-Nya (shallallāhu 'alaihi wa sallam) di dalam hadits-hadits yang sahih, serta kita menyucikan Allāh dari segala kekurangan dan aib (cacat atau ketidak sempurnaan) serta dari menyamai makhluk dalam perkara-perkara yang merupakan kekhususan-kekhususan bagi Allāh.

Serta kita meyakini dan mengikrarkan bahwa Allāh Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha mampu atas segala sesuatu. Allāh Maha Hidup yang berdiri sendiri tanpa membutuhkan makhluk,  Allāh tidak mengalami ngantuk maupun tidur. Allāh Maha Mendengar, Allāh Maha Melihat, Allāh beristiwa' di atas Arsy-Nya dan seterusnya.

Inilah yang dimaksud dengan tauhid asma' wa sifat. Nama-nama dan sifat-sifat yang telah Allāh tetapkan bagi diri-Nya di dalam al-Qur'an maka kita wajib menetapkan nama-nama tersebut untuk Allāh, demikian pula nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Nabi untuk Allāh di dalam hadits yang sahih, maka kita juga wajib menetapkannya untuk Allāh.

Dan kita meyakini bahwa semua nama Allāh Maha Indah, Maha bagus.

Allāh Ta'āla berfirman,

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ

"Dan Allāh mempunyai nama-nama yang husna, yang Maha baik yang Maha indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama yang indah tersebut." (QS. Al-A'rāf: 180).

Demikian pula dengan sifat-sifat Allāh,  semuanya Maha Sempurna Maha tinggi, tidak mengandung cacat, tidak mengandung kekurangan.

Sebagai contoh Allāh Maha Mengetahui karena ilmu Allāh sempurna, tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang samar dari ilmu (pengetahuan) Allāh. Allāh Maha Tahu, Allāh juga mempunyai sifat melihat yang terkandung dalam nama Allāh Al-Bashir (الْبَصِيرُ) Dzat Yang ang Maha melihat.

Al-Bashir (الْبَصِيرُ) adalah salah satu nama Allāh yang indah, nama Allāh ini mengandung sifat Al-Bashar (البَصَر) yaitu melihat. Melihat apa? Melihat segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun yang tertutup, tersembunyi, atau tersamarkan dari penglihatan Allāh.

Karena penglihatan Allāh sifatnya sempurna, tidak mengandung kekurangan, berbeda dengan sifat melihatnya makhluk (terbatas), hanya mampu melihat sejauh sekian km (kilometer) bagi mata yang sehat. Tapi bagi Allāh semua terlihat dengan jelas, karena sifat Allāh Maha Sempurna dan Maha Tinggi.

Allāh mempunyai nama yang indah As-Sami' (السَّمِيعُ) yang artinya Dzat Yang Maha Mendengar, dalam nama tersebut terkandung sifat yang sempurna yaitu As-Sam'u (السمع) sifat mendengar. Mendengar apa? Mendengar segala suara, suara makhluk apapun, sesamar apapun, sekecil apapun, bahkan suara kita yang berbisik, Allāh Maha mendengar.

Bahkan suara daun yang jatuh di tengah malam gelap gulita, Allāh Maha mendengar, karena pendengaran Allāh Maha Sempurna tidak sebagaimana pendengaran makhluk.

Macam-macam tauhid yang tiga tadi yaitu, tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma' wa sifat ,  masing-masing memiliki dalil-dalil yang banyak dari al-Qur'an dan as-Sunnah. InsyaaAllāh akan kita jelaskan pada pertemuan yang akan datang.

Dan pembagian tauhid ini, bukan perkara baru dalam agama, bukan perkara bid'ah sebagaimana tuduhan kelompok bid'ah dari kalangan Jahmiyyah dan juga pengekor (pengikut) nya, yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamā'ah dan ulama-ulama sunnah membagi tauhid menjadi tiga yaitu; ① Tauhid Rububiyyah  ② Tauhid Uluhiyyah  ③  Tauhid Asma' wa Sifat ,  itu sama seperti aqidah trinitas orang-orang Nasrani. Tentu ini adalah tuduhan yang batil yang sangat mudah untuk disanggah dan dibantah oleh para ulama.

InsyaaAllāh akan kita jelaskan pembagian tauhid menjadi tiga, pada pertemuan yang akan datang.

Demikian yang dapat kami sampaikan pada pertemuan kali ini.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

       ===============================================================


MATERI 05 : PENJELASAN TAUHID RUBUBIYYAH & DALILNYA

📆 Jum’at, 23 Jumadil Akhir 1445 H/05 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah : Modul 01

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Pada pertemuan kali ini kita akan melanjutkan kembali pembahasan kita yaitu tentang pengertian atau makna 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) sebagaimana dijelaskan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamā'ah.

Secara bahasa 'Ar-Rububiyyah' (الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah isim masdar dari fi'il 'Rabbaba - yurabbibu - tarbiban' (رَبَّبَ - يربب - تربيبا).

Dari kata tersebut diambil nama Allāh: Ar-Rabb (الربُّ) : tuhan.

Maka 'ar-rububiyyah' (الرُّبُوْبِيَّةِ) merupakan salah satu sifat khusus bagi Allāh subhānahu wa ta'āla. Jadi 'ar-rububiyyah' (الرُّبُوْبِيَّةِ) diambil dari isim atau nama Allāh Ar-Rabb (الربُّ) dan Ar-Rabb (الربُّ) di dalam bahasa Arab diungkapkan dengan memiliki beberapa makna.

Di antaranya adalah:

المالك، والسيد المطاع، والـمُصْلِح

Di antara makna Ar-Rabb (الربُّ) ketika diucapkan oleh orang-orang Arab, maka maksudnya adalah Al-Mālik (المالك), Rabb (الربُّ) artinya adalah 'sang pemilik' atau As-Sayidul Muthā' (السيد المطاع) 'pemimpin yang ditaati' dan Al-Mushlih (الـمُصْلِح) yaitu 'yang melakukan perbaikan'.

Ini makna 'rububiyyah' secara bahasa.

Ar-Rabb (الربُّ) artinya المالك، والسيد المطاع، والـمُصْلِح secara bahasa adalah 'Sang Pemilik, Pemimpin Yang Ditaati dan Yang Selalu Mengadakan Perbaikan'.

Adapun 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) secara istilah syar'i, para ulama Ahlus Sunnah menjelaskan bahwasanya 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah إفراد الله بأفعاله yaitu mengesakan Allāh dalam perbuatan-perbuatan-Nya.

Apa saja perbuatan-perbuatan Allāh?

Di antaranya adalah menciptakan, memberikan rezeki kepada para makhluk, memberikan nikmat, berkuasa dan memiliki, memberi dan menahan (mencegah pemberian), memberikan manfaat dan mudharat, menghidupkan dan mematikan makhluk, mengatur jalannya alam semesta ini, dan selainnya dari perbuatan-perbuatan Allāh subhānahu wa ta'āla, termasuk menurunkan hujan. Ini juga termasuk perbuatan Allāh subhānahu wa ta'āla.

Kita ulang sekali lagi!

Apa yang dimaksud dengan 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) secara istilah syar'i?

'Tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah إفراد الله تعالى بأفعاله Mengesakan Allāh didalam perbuatan-perbuatan-Nya . Maksudnya ketika Allāh melakukan perbuatan-perbuatan-Nya: Maka tidak ada siapapun yang membantu Allāh, tidak ada siapa pun yang menjadi sekutu bagi Allāh, apalagi tandingan bagi Allāh subhānahu wa ta'āla.

Apa saja contoh perbuatan-perbuatan Allāh yang mana Allāh Maha Esa dalam menjalankannya dan dalam melakukan perbuatan-perbuatannya?

Di antaranya adalah menciptakan, membagikan rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatur jalannya alam semesta, menurunkan hujan, mendatangkan manfaat atau mencegah mudharat. Ini semua adalah contoh-contoh perbuatan Allāh yang mana Allāh Maha Esa di dalamnya.

Dan 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) ini telah diimani dan diyakini oleh semua makhluk termasuk orang-orang kafir dan musyrik. Di dalam hati mereka (fitrah mereka) menunjukkan bahwa Allāh betul-betul ada dan Allāh betul-betul sebagai Sang Pencipta Alam Semesta ini, bahkan yang menciptakan mereka.

Di antara dalil yang menunjukkan adanya 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) bahwa Allāh Maha Esa di dalam menjalankan perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, yaitu firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Luqman ayat 10 dan 11:

Allāh Ta'āla berfirman,

خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ بِغَيۡرِ عَمَدٖ تَرَوۡنَهَاۖ وَأَلۡقَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ رَوَٰسِيَ أَن تَمِيدَ بِكُمۡ وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖۚ وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا مِن كُلِّ زَوۡجٖ كَرِيمٍ ۞ هَٰذَا خَلۡقُ ٱللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ ٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦۚ بَلِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ۞

"Dia-lah (Allāh) yang menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung di permukaan bumi supaya bumi tidak menggoyangkan kamu,  dan Allāh memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik."

هَٰذَا خَلۡقُ

Inilah ciptaan- ciptaan Allāh!

"Maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh Tuhan-Tuhan sesembahan kalian selain Allāh. Sebenarnya orang-orang yang zhalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata."

بَلِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ

"Sesungguhnya orang-orang dzalim itu berada dalam kesesatan yang nyata".

Dua ayat ini menunjukkan dan menetapkan adanya 'tauhid rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) bahwa hanya Allāh yang mampu menciptakan makhluk. Makhluk apapun yang ada di alam semesta ini hanya Allāh yang mampu menciptakannya.

Sedangkan selain Allāh, apapun yang dijadikan tuhan dan disembah oleh manusia (makhluk) tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk melakukan penciptaan.

Di dalam surat Ath-Thur ayat 35: Allāh berfirman,

أمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ

"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu apapun? Tiba-tiba ada (muncul) di alam semesta ini? Atau mereka sendiri yang menciptakan diri mereka?."

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu apapun? Atau mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Tentu mustahil (tidak mungkin)! Ini adalah bantahan dari Allāh kepada mereka yang mengingkari adanya Allāh subhānahu wa ta'āla.

Dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan dan menetapkan adanya Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) bahwa Allah Maha Esa di dalam perbuatan-perbuatan-Nya.

Yang pertama adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan juga Abu Dawud -rahimahumallah-, dari jalan Abdullah bin Asy-Syikhir radhiyallahu ta'ala 'anhu secara marfu', dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di dalamnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

"Sayyid adalah Allah tabaraka wa ta'ala."

Apa itu 'Sayyid'? Pemimpin yang sempurna dalam kepemimpinan-Nya, penguasa, pemilik yang sempurna dalam kekuasaan-Nya dan kepemimpinan-Nya (السيد المطاع).

Kemudian dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada sepupu beliau (Abdullah bin Abbas radhiyallahu ta'ala 'anhuma) ketika beliau memberikan beberapa pesan dan wasiat kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu ta'ala 'anhuma.

Di antara wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah (dalam hadits yang cukup panjang),

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ؛ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ؛ وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ؛ رُفِعَتِ الْأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam rangka menyampaikan beberapa pesan dan wasiat kepada saudara sepupu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (Abdullah bin Abbas).

Apa kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

"Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu!"

احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

"Jagalah Allah, niscaya Allah akan ada dihadapanmu!"

"Jagalah Allah, niscaya engkau menjumpai atau mendapatkan Allah ada dihadapanmu!"

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ

"Apabila engkau meminta dan memohon, maka mintalah hanya kepada Allah."

وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

"Dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan hanya kepada Allah."

Dan yang dimaksud dengan احْفَظِ اللهَ (jagalah Allah): Bukan Allah perlu penjagaan dari hamba. Tidak! Karena Allah Maha Mampu, Allah Maha Kaya, Allah Maha Kuat, Allah tidak butuh kepada makhluk.

Para ulama menjelaskan yang dimaksud jagalah Allah adalah jagalah agama Allah,  laksanakan perintah-perintah Allah, jauhi larangan Allah, kerjakan apa yang mendatangkan keridhaan Allah, jauhi apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Itulah yang dimaksud dengan 'jagalah Allah'.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan wasiatnya,

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ

"Ketahuilah (kata Nabi)! Seandainya umat manusia bersatu padu (bersepakat) untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu apapun niscaya mereka tidak akan mampu memberikan kepadamu manfaat tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan untukmu."

Sekali lagi!

Ketahuilah! Seandainya umat manusia bersatu padu dan bersepakat untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu apapun, niscaya mereka tidak akan sanggup (tidak akan mampu) memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah catat (takdirkan) untukmu.

Kata Nabi, wasiat berikutnya,

وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ

"Dan sekitarnya umat manusia bersatu padu (bersepakat) untuk menimpakan mudharat, untuk menimpakan mara bahaya kepadamu, dengan sesuatu apapun.

لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ

Niscaya mereka tidak akan mempu menimpakan mudharat kepadamu kecuali dengan sesuatu mudharat yang telah Allah catat, telah Allah takdirkan akan menimpamu."

رُفِعَتِ الْأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

"Pena pencatat amalan telah diangkat oleh Allah, pena mencatat takdir juga telah diangkat oleh Allah, dan lembaran catatan takdir telah mengering."

Maksudnya takdir Allah dalam Lauhul Mahfudz, sudah tidak ada lagi perubahan. Ini menunjukkan bahwa yang mampu memberikan manfaat dan kebaikan, serta yang mampu mencegah dan menimpakan mudharat pada makhluk, hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'āaa.

Selain Allah tidak ada yang memiliki kemampuan memberikan manfaat atau mudharat, mencegah manfaat atau mencegah mudharat, hanya Allah subhanahu wa ta'ala.

Demikian pula dalam masalah menurunkan hujan, memberikan rezeki, menghidupkan dan mematikan, hanya Allah. Allah Maha Esa, Allah Maha Tunggal, selain Allah tidak mampu melakukan hal tersebut. Makanya Allah Maha Esa di dalam menjalankan perbuatan-perbuatan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan 'Tauhid Rububiyyah' (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ).

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini.

وسبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


     ===========================================================

MATERI 06 : DALIL AKAL TERHADAP TAUHID RUBUBIYYAH

📆 Senin, 26 Jumadil Akhir 1445 H/08 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah : Modul 01

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :  

Ma'asyiral Ikhawati wal Akhawat, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allah subhanahu wa ta'ala. 

Pada pertemuan kali ini kita akan melanjutkan kembali kajian kita pada kitab Ushulul Iman fi Dhouil Kitabi was Sunnah (Prinsip-prinsip keimanan menurut Al-Qur'an dan Sunnah) yang disusun oleh sejumlah ulama-ulama rabbani yang mumpuni di dalam bidang Aqidah.

Pembahasan kita pada pertemuan kali ini, adalah tentang دلالة العقل على تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ  (Dalil Akal Tentang Tauhid Rububiyyah). 

Akal manusia ya Ikhwan, telah menetapkan dan menunjukkan bahwa Allah memang ada, Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya serta Allah Maha Sempurna di dalam kemampuan dan kekuasaannya atas semua makhluk-makhluk-Nya. 

Dalil akal yang menunjukkan hal tersebut, yang menunjukkan ke-Maha Sempurnaan Allah dan Kemampuan-Nya serta Kekuasaan-Nya atas semua makhluk dapat kita ketahui dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk-Nya.

Dalil akal yang menunjukkan bahwa Allah Maha Sempurna di dalam kemampuan dan kekuasaan-Nya atas semua makhluk, dapat kita ketahui dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk-Nya.

Dan cara-cara tersebut sangat banyak, namun yang paling masyhur yang paling populer ada dua cara, yaitu; 

⑴ Dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah di dalam penciptaan jiwa manusia. Jiwa manusia merupakan salah satu tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan bahwa Dia Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya tidak memiliki sekutu bagi-Nya.

Apa dalilnya? Dalilnya firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam surat Adz-Dzariyyat: 21.

Allāh Ta'ala berfirman:

وَفِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ 

"Dan pada jiwa (pada diri) kalian, tidakkah kalian melihat (tanda-tanda kebesaran Allah?)"

Maksudnya dalam penciptaan jiwa kalian, jiwa manusia yang begitu sempurna, penuh dengan keajaiban. Tidakkah kalian melihat tanda-tanda kebesaran Allah? 

Dalil kedua dalam surat Asy-Syams ayat 7.

Allah berfirman:

وَنَفۡسٖ وَمَا سَوَّىٰهَا 

"Dan demi jiwa dan apa yang telah disempurnakannya dalam penciptaan."

Dan demi jiwa serta penyempurnaannya dalam penciptaan jiwa. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.

Oleh karena itu, jika seorang manusia melihat dan mencermati dengan seksama tentang jiwa manusia dan keajaiban-keajaiban yang ada di dalamnya niscaya hal itu akan menunjukkan kepada dirinya bahwa dia memiliki Tuhan, memiliki Rabb Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Sebab tidak mungkin ada seorang manusia yang mampu menciptakan setetes air mani yang mana dia diciptakan dari air mani tersebut, atau setetes air mani tersebut. Atau dia mengubahnya menjadi segumpal darah lalu dia mengubahnya menjadi sekarat daging lalu mengubahnya menjadi tulang lalu dibalut dengan daging. Tidak mungkin!

Tidak mungkin manusia menciptakan hal tersebut dan tidak akan mampu. Maka ini adalah salah satu cara dan salah satu jalan untuk mengetahui bahwa Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya dengan melihat tanda-tanda kebesaran Allah di dalam penciptaan jiwa manusia.

Cara berikutnya,

⑵ Dengan cara mencermati dengan seksama tanda-tanda kebesaran Allah di dalam menciptakan alam semesta ini.

Sekali lagi tanda yang kedua, adalah dengan mencermati dengan seksama tanda-tanda kebesaran Allah di dalam menciptakan alam semesta beserta isinya. Seperti makhluk Allah berupa langit, bumi, bintang, bulan, lautan, pepohonan, gunung-gunung, angin, kemudian silih bergantinya siang dan malam, serta berjalannya ini semua dengan tertib dan teratur.

Ini cara yang kedua. Perhatikan!  Tanda-tanda kebesaran Allah dengan seksama dalam menciptakan alam semesta ini, yang ada di langit maupun ada di bumi atau yang ada di dalam perut bumi. Ini semua menunjukkan bahwa Allah Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya tiada sekutu bagi-Nya.

Apa dalilnya? Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam Fushshilat ayat 53.

Allāh Ta'ala berfirman:

سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَلَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ 

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran (tanda-tanda kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga menjadi jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar, bahwa Tuhan-mu menjadi saksi atas segala sesuatu?"

Tidakkah cukup bahwa sesungguhnya Tuhan-mu (Allah) menjadi saksi atas segala sesuatu. 

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa melihat dan mencermati makhluk-makhluk Allah yang ada di alam semesta ini akan menunjukkan kepada kita bahwa Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya.

Pernah ada seorang ahli kalam (ahlul bid'ah) datang kepada Abu Hanifah rahimahullah, orang tersebut ingin membahas atau mengkaji bersama Abu Hanifah dalam masalah yang dapat menetapkan 'Tauhid Rububiyyah'.  

Siapa yang datang? 

Yang datang adalah seorang ahli kalam dari kalangan ahlul bi'dah. Ahlul kalam mendatangi Abu Hanifah rahimahullah salah satu 'imam madzhab yang empat'. Orang tersebut mengajak Abu Hanifah membahas dan mengkaji bersama beliau perkara yang menetapkan 'Tauhid Rububiyyah'. 

Maka Abu Hanifah berkata kepada orang tersebut dan orang-orang yang datang bersama beliau. Abu Hanifah mengatakan:

"Katakanlah kepadaku, sebelum kita membicarakan masalah ini tentang sebuah perahu!"

 Beritahukanlah kepadaku (katakan kepadaku), sebelum kita membicarakan masalah 'Tauhid Rububiyyah' ini tentang sebuah perahu di sungai Dajlah (kata beliau). Perahu tersebut penuh dengan makanan, barang, dan yang lainnya. 

"Perahu atau kapal tersebut pulang dan pergi (hilir dan mudik) sendiri memuat dan membongkar sendiri tanpa ada yang mengaturnya, apakah mungkin?" Kata Abu Hanifah.

Mereka (para ahlul kalam dari kalangan ahlul bid'ah) menjawab:

"Itu, tidak masuk akal, tidak mungkin terjadi sama sekali!"

Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka:

"Bila hal itu tidak mungkin terjadi pada sebuah kapal atau perahu (datang dan pergi dengan sendirinya, hilir mudik, memuat dan membongkar dengan sendiri), jika hal itu tidak mungkin terjadi pada sebuah perahu atau kapal, lalu bagaimana dengan alam semesta ini? Bagian atas dan bagian bawahnya?"

Bagian atas maksudnya makhluk yang ada di langit (matahari, bulan, bintang) berputar pada porositas, kemudian yang ada di  bumi (lautan, gunung-gunung, pepohonan, angin, silih bergantinya siang dan malam) berjalan sendiri tanpa ada yang mengatur? Tentu mustahil, tidak mungkin? 

Ini sebagaimana tidak mungkinnya berlayar kapal dan perahu yang memuat makanan dan barang-barang yang penuh, datang dan pergi dengan sendiri, hilir mudik, membongkar dan memuat barang sendiri. Tidak mungkin! Maka lebih-lebih dengan makhluk yang lebih besar daripada itu yang ada di ufuk langit maupun ufuk bumi.

Oleh karena itu, hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah subhanahu wa ta'ala adalah Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya.

Demikian pelajaran kita pada kali ini.

و سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

====================================================================

🔊 MATERI 07 : TAUHID RUBUBIYYAH SAJA TIDAK CUKUP Bag.1

📆 Selasa, 27 Jumadil Akhir 1445 H/09 Januari 2024 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah : Modul 01

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :   

Ma'asyiral Ikhwatiy wal Akhawat, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Pada pertemuan kali ini kita akan menjelaskan tentang satu pembahasan bahwasanya beriman kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) tidak cukup untuk menyelamatkan seorang hamba dari adzab Allāh. Beriman hanya kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) saja tidak lah dapat menyelamatkan seorang hamba dari adzab Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah salah satu macam di antara macam-macam Tauhid yang tiga, sebagaimana penjelasan para ulama yaitu (bahwa) dalam Islam Tauhid ada tiga macam; 

⑴ Tauhid Ar-Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ)

⑵ Tauhid Al-Uluhiyyah (توحيدُ الأُلوهيَّةِ)

⑶ Tauhid Al-Asma wash-Shifat (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَات)

Beriman kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) merupakan salah satu kewajiban di antara kewajiban-kewajiban setiap hamba, karena iman seorang hamba tidaklah sah dan tauhidnya tidak terwujud kecuali apabila ia telah mentauhidkan Allah di dalam Rububiyyah-Nya.

Keimanan seorang hamba tidaklah sah dan tauhidnya tidak mungkin terwujud kecuali jika ia telah mengesakan Allah mentauhidkan Allah di dalam Rububiyyah Allah, hanya saja Tauhid Rububiyyah ini bukanlah tujuan utama diutusnya para nabi dan rasul alayhimus shalatu wa sallam.

Sekali lagi!

Bahwasanya Tauhid Rububiyyah bukan tujuan utama dari diutusnya para nabi dan rasul alayhum shalatu wa sallam dan beriman kepada Tauhid Rububiyyah saja tidak cukup bagi seorang hamba untuk menyelamatkannya dari adzab Allāh Subhanahu wa Ta'āla sampai ia beriman kepada Tauhid Uluhiyyah. 

Di dalam Al-Qur'anul Karim, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman menjelaskan orang-orang yang hanya beriman kepada Tauhid Rububiyyah. 

Allāh Ta'āla berfirman,

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ 

"Dan kebanyakan manusia tidak beriman kepada Allāh kecuali mereka dalam keadaan berbuat syirik." (QS. Yūsuf: 106).

Maksudnya apa? Bahwa kebanyakan mereka tidaklah beriman  kepada Allāh sebagai Rabb-Nya sebagai penciptanya dan sebagai pemberi rezeki dan pengaturan alam semesta melainkan diiringi dengan perbuatan syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Sebetulnya mereka percaya bahwa Allāh yang menciptakan mereka, Allāh yang memberikan rezeki kepada mereka, Allāh yang mengatur alam semesta, tetapi mereka berbuat syirik kepada Allāh menyekutukan Allāh dengan makhluknya di dalam beribadah kepadanya.

Mereka menyekutukan Allāh dengan tuhan-tuhan mereka, baik berupa berhala, patung-patung yang tidak dapat mendatangkan manfaat atau mencegah mudharat, yang tidak dapat memberi maupun mencegah. Inilah penyebab mereka tidak dinyatakan oleh Allāh sebagai hamba yang beriman. 

Firman Allāh yang berbunyi,

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ 

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allāh melainkan dalam keadaan berbuat syirik."

Berkaitan dengan ayat tersebut, sebagian ulama tafsir dari kalangan sahabat Nabi dan ulama tabi'in telah menjelaskan maksud dan makna dari ayat tersebut. Di antaranya adalah apa yang telah dijelaskan oleh Abdullāh bin Abbas radhiyallāhu 'anhuma dan masuk dari keimanan mereka (orang-orang musyrik) yaitu apabila dikatakan kepada mereka, siapakah yang telah menciptakan langit, siapa dzat yang telah menciptakan bumi, siapakah yang telah menciptakan gunung-gunung?

Maka mereka orang-orang musyrik akan menjawab, Allah!  Hanya Allah yang menciptakan makhluk-makhluk tersebut, namun mereka senantiasa berbuat syirik kepada Allah Subhānahu wa Ta'ala dalam beribadah kepada-Nya.

Berkata Ikrimah (ulama dari kalangan tabi'in) ketika menjelaskan makna dari firman Allah, 

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan berbuat syirik."

Ikrimah berkata, 

تسألهم من خلقهم ومن خلـق السماوات والأرض فيقولون الله فذلك إيمانهم بالله، وهم يعبدون غيره 

Engkau bertanya kepada mereka, siapa yang menciptakan mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Maka mereka akan menjawab Allah. Maka itulah yang dimaksud dengan keimanan mereka kepada Allāh. 

Maksudnya mereka hanya beriman kepada Rububiyyah Allāh saja, namun mereka tetap menyembah dan beribadah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Maka Allāh mengatakan, 

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allāh kecuali dalam keadaan berbuat syirik (menyekutukan Allāh dengan makhluknya)."

Dan ulama tabi'in yang lain yang bernama Mujahid, menjelaskan makna ayat tersebut yaitu firman Allāh dalam surat Yusuf ayat 106.

Beliau mengatakan,

إيمانهم قولهم: الله خالقنا ويرزقنا ويميتنا فهذا إيمان مع شـرك عبادتهم غيره 

"Keimanan mereka dalam Tauhid Rububiyyah adalah ucapan mereka Allah yang menciptakan kami, Allāh yang memberikan rezeki kepada kami dan Allāh yang mematikan kami."

Maka ini bentuk keimanan mereka kepada Tauhid Rububiyyah Allah, namun mereka berbuat syirik kepada Allāh dalam beribadah kepada-Nya.

Nash-nash atau dalil-dalil dari generasi As-Salafush Shalih yang menjelaskan tentang makna ayat tersebut sangat banyak, bahkan orang-orang musyrik di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu, mereka senantiasa percaya dan beriman kepada Allah sebagai Rabb (Tuhan) mereka, sebagai sang pencipta dan pemberi rezeki kepada mereka dan orang-orang musyrikin Quraisy beriman bahwa Allah yang mengatur alam semesta.

Hanya saja mereka berbuat syirik kepada Allah dalam hal ibadah (beribadah kepada-Nya) di mana mereka telah menjadikan tuhan-tuhan tandingan dan sekutu bagi Allāh, mereka berdoa kepada tuhan-tuhan tandingan tersebut, beristighatsah, memohon pertolongan kepada mereka (kepada patung, berhala, kuburan, pohon-pohon yang dikeramatkan) dan mereka mengajukan permohonan-permohonan (hajat-hajat) mereka kepada berhala-berhala dan tuhan-tuhan sekutu bagi Allah tersebut.

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini.

وسبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

====================================================================


MATERI 08 - DALIL AKAL TERHADAP TAUHID RUBUBIYYAH

📆 Rabu, 27 Shafar 1445 H/ 13 September 2023 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah - Modul 01

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :  

Ma'asyiral Ikhawati wal Akhawat, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allah subhanahu wa ta'ala. 

Pada pertemuan kali ini kita akan melanjutkan kembali kajian kita pada kitab "Ushulul Iman fi Dhouil Kitabi was Sunnah" (Prinsip-prinsip keimanan menurut Al-Qur'an dan Sunnah) yang disusun oleh sejumlah ulama-ulama rabbani yang mumpuni di dalam bidang Aqidah.

Pembahasan kita pada pertemuan kali ini, adalah tentang دلالة العقل على تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ  (Dalil Akal Tentang Tauhid Rububiyyah). 

Akal manusia ya Ikhwan, telah menetapkan dan menunjukkan bahwa Allah memang ada, Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya serta Allah Maha Sempurna di dalam kemampuan dan kekuasaannya atas semua makhluk-makhluk-Nya. 

Dalil akal yang menunjukkan hal tersebut, yang menunjukkan ke-Maha Sempurnaan Allah dan Kemampuan-Nya serta Kekuasaan-Nya atas semua makhluk dapat kita ketahui dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk-Nya.

Dalil akal yang menunjukkan bahwa Allah Maha Sempurna di dalam kemampuan dan kekuasaan-Nya atas semua makhluk, dapat kita ketahui dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk-Nya.

Dan cara-cara tersebut sangat banyak, namun yang paling masyhur yang paling populer ada dua cara, yaitu; 

⑴ Dengan cara melihat dan memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah di dalam penciptaan jiwa manusia. Jiwa manusia merupakan salah satu tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan bahwa Dia Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya tidak memiliki sekutu bagi-Nya.

Apa dalilnya? Dalilnya firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam surat Adz-Dzariyyat: 21.

Allāh Ta'ala berfirman:

وَفِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ 

"Dan pada jiwa (pada diri) kalian, tidakkah kalian melihat (tanda-tanda kebesaran Allah?)"

Maksudnya dalam penciptaan jiwa kalian, jiwa manusia yang begitu sempurna, penuh dengan keajaiban. Tidakkah kalian melihat tanda-tanda kebesaran Allah? 

Dalil kedua dalam surat Asy-Syams ayat 7.

Allah berfirman:

وَنَفۡسٖ وَمَا سَوَّىٰهَا 

"Dan demi jiwa dan apa yang telah disempurnakannya dalam penciptaan."

Dan demi jiwa serta penyempurnaannya dalam penciptaan jiwa. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.

Oleh karena itu, jika seorang manusia melihat dan mencermati dengan seksama tentang jiwa manusia dan keajaiban-keajaiban yang ada di dalamnya niscaya hal itu akan menunjukkan kepada dirinya bahwa dia memiliki Tuhan, memiliki Rabb Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Sebab tidak mungkin ada seorang manusia yang mampu menciptakan setetes air mani yang mana dia diciptakan dari air mani tersebut, atau setetes air mani tersebut. Atau dia mengubahnya menjadi segumpal darah lalu dia mengubahnya menjadi sekarat daging lalu mengubahnya menjadi tulang lalu dibalut dengan daging. Tidak mungkin!

Tidak mungkin manusia menciptakan hal tersebut dan tidak akan mampu. Maka ini adalah salah satu cara dan salah satu jalan untuk mengetahui bahwa Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya dengan melihat tanda-tanda kebesaran Allah di dalam penciptaan jiwa manusia.

Cara berikutnya,

⑵ Dengan cara mencermati dengan seksama tanda-tanda kebesaran Allah di dalam menciptakan alam semesta ini.

Sekali lagi tanda yang kedua, adalah dengan mencermati dengan seksama tanda-tanda kebesaran Allah di dalam menciptakan alam semesta beserta isinya. Seperti makhluk Allah berupa langit, bumi, bintang, bulan, lautan, pepohonan, gunung-gunung, angin, kemudian silih bergantinya siang dan malam, serta berjalannya ini semua dengan tertib dan teratur.

Ini cara yang kedua. Perhatikan!  Tanda-tanda kebesaran Allah dengan seksama dalam menciptakan alam semesta ini, yang ada di langit maupun ada di bumi atau yang ada di dalam perut bumi. Ini semua menunjukkan bahwa Allah Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya tiada sekutu bagi-Nya.

Apa dalilnya? Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam Fushshilat ayat 53.

Allāh Ta'ala berfirman:

سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَلَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ 

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran (tanda-tanda kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga menjadi jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar, bahwa Tuhan-mu menjadi saksi atas segala sesuatu?"

Tidakkah cukup bahwa sesungguhnya Tuhan-mu (Allah) menjadi saksi atas segala sesuatu. 

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa melihat dan mencermati makhluk-makhluk Allah yang ada di alam semesta ini akan menunjukkan kepada kita bahwa Allah Maha Esa dalam rububiyyah-Nya.

Pernah ada seorang ahli kalam (ahlul bid'ah) datang kepada Abu Hanifah rahimahullah, orang tersebut ingin membahas atau mengkaji bersama Abu Hanifah dalam masalah yang dapat menetapkan 'Tauhid Rububiyyah'.  

Siapa yang datang? 

Yang datang adalah seorang ahli kalam dari kalangan ahlul bi'dah. Ahlul kalam mendatangi Abu Hanifah rahimahullah salah satu 'imam madzhab yang empat'. Orang tersebut mengajak Abu Hanifah membahas dan mengkaji bersama beliau perkara yang menetapkan 'Tauhid Rububiyyah'. 

Maka Abu Hanifah berkata kepada orang tersebut dan orang-orang yang datang bersama beliau. Abu Hanifah mengatakan:

"Katakanlah kepadaku, sebelum kita membicarakan masalah ini tentang sebuah perahu!"

 Beritahukanlah kepadaku (katakan kepadaku), sebelum kita membicarakan masalah 'Tauhid Rububiyyah' ini tentang sebuah perahu di sungai Dajlah (kata beliau). Perahu tersebut penuh dengan makanan, barang, dan yang lainnya. 

"Perahu atau kapal tersebut pulang dan pergi (hilir dan mudik) sendiri memuat dan membongkar sendiri tanpa ada yang mengaturnya, apakah mungkin?" Kata Abu Hanifah.

Mereka (para ahlul kalam dari kalangan ahlul bid'ah) menjawab:

"Itu, tidak masuk akal, tidak mungkin terjadi sama sekali!"

Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka:

"Bila hal itu tidak mungkin terjadi pada sebuah kapal atau perahu (datang dan pergi dengan sendirinya, hilir mudik, memuat dan membongkar dengan sendiri), jika hal itu tidak mungkin terjadi pada sebuah perahu atau kapal, lalu bagaimana dengan alam semesta ini? Bagian atas dan bagian bawahnya?"

Bagian atas maksudnya makhluk yang ada di langit (matahari, bulan, bintang) berputar pada porositas, kemudian yang ada di  bumi (lautan, gunung-gunung, pepohonan, angin, silih bergantinya siang dan malam) berjalan sendiri tanpa ada yang mengatur? Tentu mustahil, tidak mungkin? 

Ini sebagaimana tidak mungkinnya berlayar kapal dan perahu yang memuat makanan dan barang-barang yang penuh, datang dan pergi dengan sendiri, hilir mudik, membongkar dan memuat barang sendiri. Tidak mungkin! Maka lebih-lebih dengan makhluk yang lebih besar daripada itu yang ada di ufuk langit maupun ufuk bumi.

Oleh karena itu, hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah subhanahu wa ta'ala adalah Maha Esa di dalam rububiyyah-Nya.

Demikian pelajaran kita pada kali ini.

و سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

=====================================================================

MATERI 09 - TAUHID RUBUBIYYAH SAJA TIDAK CUKUP Bag.1

📆 Kamis, 28 Shafar 1445 H/ 14 September 2023 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah - Modul 01

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :   

Ma'asyiral Ikhwatiy wal Akhawat, kaum muslimin dan muslimat, yang semoga dirahmati dan diberkahi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Pada pertemuan kali ini kita akan menjelaskan tentang satu pembahasan bahwasanya beriman kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) tidak cukup untuk menyelamatkan seorang hamba dari adzab Allāh. 

Beriman hanya kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) saja tidak lah dapat menyelamatkan seorang hamba dari adzab Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) adalah salah satu macam di antara macam-macam Tauhid yang tiga, sebagaimana penjelasan para ulama yaitu (bahwa) dalam Islam Tauhid ada tiga macam; 

⑴ Tauhid Ar-Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ)

⑵ Tauhid Al-Uluhiyyah (توحيدُ الأُلوهيَّةِ)

⑶ Tauhid Al-Asma wash-Shifat (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَات)

Beriman kepada Tauhid Rububiyyah (تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ) merupakan salah satu kewajiban di antara kewajiban-kewajiban setiap hamba, karena iman seorang hamba tidaklah sah dan tauhidnya tidak terwujud kecuali apabila ia telah mentauhidkan Allah di dalam Rububiyyah-Nya.

Keimanan seorang hamba tidaklah sah dan tauhidnya tidak mungkin terwujud kecuali jika ia telah mengesakan Allah mentauhidkan Allah di dalam Rububiyyah Allah, hanya saja Tauhid Rububiyyah ini bukanlah tujuan utama diutusnya para nabi dan rasul alayhimus shalatu wa sallam.

Sekali lagi!

Bahwasanya Tauhid Rububiyyah bukan tujuan utama dari diutusnya para nabi dan rasul alayhum shalatu wa sallam dan beriman kepada Tauhid Rububiyyah saja tidak cukup bagi seorang hamba untuk menyelamatkannya dari adzab Allāh Subhanahu wa Ta'āla sampai ia beriman kepada Tauhid Uluhiyyah. 

Di dalam Al-Qur'anul Karim, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman menjelaskan orang-orang yang hanya beriman kepada Tauhid Rububiyyah. 

Allāh Ta'āla berfirman,

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ 

"Dan kebanyakan manusia tidak beriman kepada Allāh kecuali mereka dalam keadaan berbuat syirik." (QS. Yūsuf: 106).

Maksudnya apa? Bahwa kebanyakan mereka tidaklah beriman  kepada Allāh sebagai Rabb-Nya sebagai penciptanya dan sebagai pemberi rezeki dan pengaturan alam semesta melainkan diiringi dengan perbuatan syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Sebetulnya mereka percaya bahwa Allāh yang menciptakan mereka, Allāh yang memberikan rezeki kepada mereka, Allāh yang mengatur alam semesta, tetapi mereka berbuat syirik kepada Allāh menyekutukan Allāh dengan makhluknya di dalam beribadah kepadanya.

Mereka menyekutukan Allāh dengan tuhan-tuhan mereka, baik berupa berhala, patung-patung yang tidak dapat mendatangkan manfaat atau mencegah mudharat, yang tidak dapat memberi maupun mencegah. Inilah penyebab mereka tidak dinyatakan oleh Allāh sebagai hamba yang beriman. 

Firman Allāh yang berbunyi,

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ 

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allāh melainkan dalam keadaan berbuat syirik."

Berkaitan dengan ayat tersebut, sebagian ulama tafsir dari kalangan sahabat Nabi dan ulama tabi'in telah menjelaskan maksud dan makna dari ayat tersebut. Di antaranya adalah apa yang telah dijelaskan oleh Abdullāh bin Abbas radhiyallāhu 'anhuma dan masuk dari keimanan mereka (orang-orang musyrik) yaitu apabila dikatakan kepada mereka, siapakah yang telah menciptakan langit, siapa dzat yang telah menciptakan bumi, siapakah yang telah menciptakan gunung-gunung?

Maka mereka orang-orang musyrik akan menjawab, Allah!  Hanya Allah yang menciptakan makhluk-makhluk tersebut, namun mereka senantiasa berbuat syirik kepada Allah Subhānahu wa Ta'ala dalam beribadah kepada-Nya.

Berkata Ikrimah (ulama dari kalangan tabi'in) ketika menjelaskan makna dari firman Allah, 

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan berbuat syirik."

Ikrimah berkata, 

تسألهم من خلقهم ومن خلـق السماوات والأرض فيقولون الله فذلك إيمانهم بالله، وهم يعبدون غيره 

Engkau bertanya kepada mereka, siapa yang menciptakan mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Maka mereka akan menjawab Allah. Maka itulah yang dimaksud dengan keimanan mereka kepada Allāh. 

Maksudnya mereka hanya beriman kepada Rububiyyah Allāh saja, namun mereka tetap menyembah dan beribadah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Maka Allāh mengatakan, 

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ

"Kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allāh kecuali dalam keadaan berbuat syirik (menyekutukan Allāh dengan makhluknya)."

Dan ulama tabi'in yang lain yang bernama Mujahid, menjelaskan makna ayat tersebut yaitu firman Allāh dalam surat Yusuf ayat 106.

Beliau mengatakan,

إيمانهم قولهم: الله خالقنا ويرزقنا ويميتنا فهذا إيمان مع شـرك عبادتهم غيره 

"Keimanan mereka dalam Tauhid Rububiyyah adalah ucapan mereka Allah yang menciptakan kami, Allāh yang memberikan rezeki kepada kami dan Allāh yang mematikan kami."

Maka ini bentuk keimanan mereka kepada Tauhid Rububiyyah Allah, namun mereka berbuat syirik kepada Allāh dalam beribadah kepada-Nya.

Nash-nash atau dalil-dalil dari generasi As-Salafush Shalih yang menjelaskan tentang makna ayat tersebut sangat banyak, bahkan orang-orang musyrik di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu, mereka senantiasa percaya dan beriman kepada Allah sebagai Rabb (Tuhan) mereka, sebagai sang pencipta dan pemberi rezeki kepada mereka dan orang-orang musyrikin Quraisy beriman bahwa Allah yang mengatur alam semesta.

Hanya saja mereka berbuat syirik kepada Allah dalam hal ibadah (beribadah kepada-Nya) di mana mereka telah menjadikan tuhan-tuhan tandingan dan sekutu bagi Allāh, mereka berdoa kepada tuhan-tuhan tandingan tersebut, beristighatsah, memohon pertolongan kepada mereka (kepada patung, berhala, kuburan, pohon-pohon yang dikeramatkan) dan mereka mengajukan permohonan-permohonan (hajat-hajat) mereka kepada berhala-berhala dan tuhan-tuhan sekutu bagi Allah tersebut.

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini.

وسبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

          =============================================================


MATERI 10 : TAUHID RUBUBIYYAH SAJA TIDAK CUKUP Bag.2

📆 Jum'at, 29 Shafar 1445 H/ 15 September 2023 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah - Modul 01

🌐 https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :  

Al-Qur'anul Karim dalam banyak tempat telah menetapkan dan menunjukkan bahwasanya orang-orang musyrikin Quraisy di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah beriman terhadap tauhid rububiyyah Allāh, namun mereka berbuat syirik kepada Allāh dalam beribadah kepada-Nya.

Jadi, dalam masalah Tauhid Rububiyyah orang-orang musyrikin Quraisy mereka beriman, namun dalam hal ibadah mereka berbuat syirik.

Di antara dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'āla di dalam surat Al-Ankabut ayat 61.

Allāh Ta'ala berfirman:

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ 

"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab: Allāh. Maka betapa kah mereka dapat dipalingkan dari jalan Allāh yang benar?"

Dalil yang kedua, firman Allāh subhānahu wa ta'āla dalam surat Al-Ankabūt ayat 63.

Allāh ta'āla berfirman:

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ مَوۡتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ 

"Dan jika engkau bertanya kepada mereka (orang-orang musyrik): Siapakah yang menurunkan dari langit air (air hujan, maksudnya) lalu dengan air hujan  tersebut, Dia (Allāh) menghidupkan bumi sesudah bumi itu mati (tandus)? Niscaya mereka menjawab: Allāh (Yang menurunkan air hujan dan menjadikan tanah yang tandus menjadi hidup dan subur). Katakan (wahai Muhammad), 'Alhamdulillāh (segala puji hanya milik Allāh) tetapi kebanyakan mereka tidak berakal'."

Kemudian dalil lain yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrikin Quraisy (mereka) beriman kepada Allāh dalam Tauhid Rububiyyah saja tetapi mereka berbuat syirik kepada Allāh dalam perkara ibadah.

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ 

"Jika engkau bertanya kepada mereka: Siapakah yang telah menciptakan mereka? Niscaya mereka akan menjawab: Allāh. Maka betapa mereka dapat dipalingkan dari jalan yang lurus (benar)." (QS. Az-Zukhruf: 87). 

Kemudian di dalam ayat lain (QS. Al-Mu'minūn: 84-88).

Allāh juga berfirman:

قُل لِّمَنِ ٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ۞ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ۞ قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ٱلسَّبۡعِ وَرَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ ۞ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ ۞ قُلۡ مَنۢ بِيَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ۞ 

Orang-orang musyrikin Quraisy di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa patung atau berhala-berhala yang mereka beristighatsah kepadanya mampu memberikan rezeki kepada makhluk yang ada di dalam alam semesta ini. 

Mereka juga meyakini bahwa patung-patung atau tuhan-tuhan yang mereka sembah mampu mengatur alam semesta, ini jauh dari keyakinan mereka. Justru mereka meyakini bahwa Allāh satu-satunya dzat yang mampu mengatur alam semesta, hanya Allāh yang mampu menurunkan hujan, hanya Allāh yang mampu memberikan rezeki, hanya Allāh yang mampu menghidupkan dan mematikan. 

Sedangkan tuhan-tuhan yang mereka sembah, berhala-berhala yang mereka agungkan atau mereka tuhankan, yang mana mereka berdoa kepadanya, itu hanyalah makhluk yang tidak memiliki kemampuan mendatangkan manfaat untuk dirinya, maupun untuk orang-orang yang menyembahnya. Tidak bisa mendatangkan manfaat atau mencegah mudharat dengan sendirinya tidak pula mampu menghidupkan atau mematikan atau membangkitkan dari alam kubur.

Patung-patung yang mereka sembah yang mereka yakini tidak mampu mendengar dan tidak mampu melihat, mereka juga meyakini bahwa hanya Allāh Dzat Yang Maha Esa dalam hal-hal tersebut, di dalam rububiyyah-Nya tidak ada tuhan sekutu baginya. Namun mereka senantiasa berbuat syirik kepada Allāh dalam masalah ibadah. 

Makanya di dalam Al-Qur'an, Allāh subhānahu wa ta'āla menjelaskan tentang kemusyrikan mereka, mereka meyakini bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah, tuhan-tuhan yang mereka mintai pertolongan dan perlindungan, hanyalah perantara-perantara mereka dengan Allāh. 

Dan mereka juga berharap tuhan-tuhan yang mereka sembah mampu memberikan syafa'at untuk mereka di sisi Allāh pada hari kiamat.

Allāh berfirman dalam Al-Qur'an, 

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ 

"Orang-orang yang menjadikan selain Allāh pemimpin atau wali atau pelindung, maka kami tidaklah beribadah kepada mereka, (kami tidaklah menyembah kepada mereka) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allāh subhānahu wa ta'āla." (QS. Az-Zummar: 3).

Tujuannya supaya mereka mampu mendekatkan kami kepada Allāh subhānahu wa ta'āla semata dan memberikan syafa'at untuk mereka di sisi Allāh dalam melindungi mereka atau menolong mereka, dalam memberikan rezeki untuk mereka, serta apa saja yang menjadi kepentingan dunia mereka.

Dengan adanya keimanan mereka (orang-orang musyrikin Quraisy) terhadap tauhid rububiyyah Allāh namun hal itu tidak cukup untuk memasukan mereka ke dalam agama Islam. 

Keyakinan orang-orang musyrikin Quraisy dan keimanan mereka terhadap Tauhid Rububiyyah tidak cukup untuk memasukan mereka ke dalam agama Islam bahkan Allāh telah menghukumi mereka dalam Al-Qur'an bahwasanya mereka adalah orang-orang kafir. Orang-orang yang telah Allāh ancam masuk ke dalam neraka secara kekal abadi. 

Dan Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah menghalalkan darah, harta benda mereka, karena mereka tidak mewujudkan konsekuensi dari Tauhid Rububiyyah, yaitu beriman kepada Allāh dan mentauhidkan Allāh di dalam ibadah dalam Tauhid Uluhiyyah. 

Dengan demikian jelas bagi kita semua, bahwasanya beriman hanya kepada Tauhid Rububiyyah saja tanpa beriman kepada Tauhid Uluhiyyah (tauhid ibadah) tidak cukup untuk menjadikan seorang hamba sebagai seorang muslim apalagi menjadi orang mukmin.

Dan tidak cukup untuk menyelamatkan seorang hamba dari adzab Allāh subhānahu wa ta'āla, bahkan hal itu menjadi hujjah yang sangat kokoh dan kuat bagi manusia, bahwasanya beriman kepada Tauhid Rububiyyah mengharuskan seorang hamba beriman kepada Tauhid Uluhiyyah, mengharuskan seorang hamba memberikan ibadah hanya untuk Allāh subhānahu wa ta'āla. 

Demikian penjelasan kita tentang pembahasan bahwasanya Tauhid Rububiyyah atau beriman kepada Tauhid Rububiyyah tidaklah cukup dan tidak dapat menyelamatkan dari adzab Allāh kecuali jika dia mendatangkan Tauhid Uluhiyyah. 

Demikian pelajaran kita pada pertemuan kali ini, 

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

     ============================================================

MATERI      : DEFINISI TAUHID ASMA' WASSIFAT

📆 Jum'at, 22 Shafar 1445 H/08 September, 2023 M

👤 Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., M.A.

📗 Aqidah - Modul 01

🌐 https://madeenah.bimbinganislam.com/

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


MADEENAH...

Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله رب العالمين الذي أنزل شريعة الإسلام هُدًى لِلنَّاسِ ورحمة للعالمين، أما بعد :

Ikhwan wa Akhawatiy fīllāh, kaum muslimin yang semoga dirahmati dan diberkahi Allāh subhānahu wa ta'āla. 

Adapun pembahasan kita pada pertemuan kali ini yaitu tentang macam tauhid yang ketiga yaitu 'tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ).

Apa yang dimaksud dengan 'tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ)? 

Tauhid asma' was sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) kata para ulama penulis kitab Ushulul Iman fi Dhouil Kitabi was Sunnah yaitu: 

إفراد الله تعالى بما سمـى ووصف به نفسه في كتابه وعلى لسان نبيه صلى الله عليه وسلم وتنـزيهه عـن النواقص والعيوب ومماثلة الخلق فيما هو من خصائصه والإقرار بأنَّ الله بكلِّ شـيء عليم، وعلى كلِّ شيء قدير، وأنَّه الحـيُّ القيُّوم الذي لا تأخذه سِنة  ولا نوم، له املشـيئة النافذة واحلكمة البالغة، وأنه سـميع بصري, رؤوف رحيم، على العرش اسـتوى، وعلى الملك احتوى,أنه اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ,  إلى غري ذلك من األسماء الحسنى، والصفات العلى.   

Pengertian atau definisi 'tauhid asma' wa sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) yaitu kita meyakini, mengesakan Allāh dengan nama-nama dan sifat-sifat yang telah Dia tetapkan untuk dirinya di dalam kitab-Nya (Al-Qur'an).

Kita ulang sekali lagi! 

'Tauhid asma' wa sifat' (تَوْحِيْدُ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ) adalah mengesakan Allāh Ta'āla dengan nama-nama dan sifat-sifat  yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya di dalam kitab-Nya (al-Qur'anul Karim) atau yang telah ditetapkan oleh Nabi-Nya (shallallāhu 'alaihi wa sallam) di dalam hadits-hadits yang sahih, serta kita menyucikan Allāh dari segala kekurangan dan aib (cacat atau ketidak sempurnaan) serta dari menyamai makhluk dalam perkara-perkara yang merupakan kekhususan-kekhususan bagi Allāh. 

 Serta kita meyakini dan mengikrarkan bahwa Allāh Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha mampu atas segala sesuatu. Allāh Maha Hidup yang berdiri sendiri tanpa membutuhkan makhluk,  Allāh tidak mengalami ngantuk maupun tidur. Allāh Maha Mendengar, Allāh Maha Melihat, Allāh beristiwa' di atas Arsy-Nya dan seterusnya.

Inilah yang dimaksud dengan tauhid asma' wa sifat. Nama-nama dan sifat-sifat yang telah Allāh tetapkan bagi diri-Nya di dalam al-Qur'an maka kita wajib menetapkan nama-nama tersebut untuk Allāh, demikian pula nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Nabi untuk Allāh di dalam hadits yang sahih, maka kita juga wajib menetapkannya untuk Allāh. 

Dan kita meyakini bahwa semua nama Allāh Maha Indah, Maha bagus.

Allāh Ta'āla berfirman,

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ

"Dan Allāh mempunyai nama-nama yang husna, yang Maha baik yang Maha indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama yang indah tersebut." (QS. Al-A'rāf: 180).

Demikian pula dengan sifat-sifat Allāh,  semuanya Maha Sempurna Maha tinggi, tidak mengandung cacat, tidak mengandung kekurangan. 

Sebagai contoh Allāh Maha Mengetahui karena ilmu Allāh sempurna, tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang samar dari ilmu (pengetahuan) Allāh. Allāh Maha Tahu, Allāh juga mempunyai sifat melihat yang terkandung dalam nama Allāh Al-Bashir (الْبَصِيرُ) Dzat Yang ang Maha melihat. 

Al-Bashir (الْبَصِيرُ) adalah salah satu nama Allāh yang indah, nama Allāh ini mengandung sifat Al-Bashar (البَصَر) yaitu melihat. Melihat apa? Melihat segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun yang tertutup, tersembunyi, atau tersamarkan dari penglihatan Allāh.  

Karena penglihatan Allāh sifatnya sempurna, tidak mengandung kekurangan, berbeda dengan sifat melihatnya makhluk (terbatas), hanya mampu melihat sejauh sekian km (kilometer) bagi mata yang sehat. Tapi bagi Allāh semua terlihat dengan jelas, karena sifat Allāh Maha Sempurna dan Maha Tinggi. 

Allāh mempunyai nama yang indah As-Sami' (السَّمِيعُ) yang artinya Dzat Yang Maha Mendengar, dalam nama tersebut terkandung sifat yang sempurna yaitu As-Sam'u (السمع) sifat mendengar. Mendengar apa? Mendengar segala suara, suara makhluk apapun, sesamar apapun, sekecil apapun, bahkan suara kita yang berbisik, Allāh Maha mendengar.

Bahkan suara daun yang jatuh di tengah malam gelap gulita, Allāh Maha mendengar, karena pendengaran Allāh Maha Sempurna tidak sebagaimana pendengaran makhluk. 

Macam-macam tauhid yang tiga tadi yaitu, tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma' wa sifat ,  masing-masing memiliki dalil-dalil yang banyak dari al-Qur'an dan as-Sunnah. InsyaaAllāh akan kita jelaskan pada pertemuan yang akan datang.

Dan pembagian tauhid ini, bukan perkara baru dalam agama, bukan perkara bid'ah sebagaimana tuduhan kelompok bid'ah dari kalangan Jahmiyyah dan juga pengekor (pengikut) nya, yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamā'ah dan ulama-ulama sunnah membagi tauhid menjadi tiga yaitu; ① Tauhid Rububiyyah  ② Tauhid Uluhiyyah  ③  Tauhid Asma' wa Sifat ,  itu sama seperti aqidah trinitas orang-orang Nasrani. Tentu ini adalah tuduhan yang batil yang sangat mudah untuk disanggah dan dibantah oleh para ulama.

InsyaaAllāh akan kita jelaskan pembagian tauhid menjadi tiga, pada pertemuan yang akan datang. 

 Demikian yang dapat kami sampaikan pada pertemuan kali ini.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين 

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


Tidak ada komentar:

Posting Komentar